| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Friday 30 May 2014

PERSIA vs YUNANI


     Kali ini saya akan membahas tentang sejarah Persia (Iran) dan Yunani menurut film “300”, “Rise of an Empire” (versi Hollywood atau menurut novelnya) dan dari berbagai sumber yang berbeda (menurut ahli sejarah dan Al-Kitab). Mari kita simak bersama dan membandingkannya. Akan banyak pengetahuan baru yang akan kita dapat.

300
Sejarah adalah potongan kisah yang sarat kedustaan, manipulasi dan hanya peduli pada kisah-kisah para pemenang.” (Thomas Carlyle, Sejarawan Skotlandia, 1834)

Hampir dua abad kemudian kalimat-kalimat Carlile kembali menggetarkan relung nurani. Betapa tidak, saat Amerika Serikat berupaya menghimpun dukungan dunia internasional untuk menghukum Iran yang dicurigai tengah mengembangkan senjata nuklir, Hollywood tiba-tiba merilis film yang menempelkan stigma bahwa bangsa Persia (Iran) merupakan bangsa yang kejam, haus darah, barbar, dan pantas disebut teroris.

Adalah film “300” yang pertama kali dirils tanggal 9 Maret 2007 yang menempelkan stigma tersebut. Film besutan Warner Bross yang diangkat dari novel Frank Miller ini mengisahkan tentang pertempuran Thermopylae (480 SM) antara 300 tentara Sparta (Yunani) pimpinan Raja Leonidas mengadapi pasukan Persia (Iran) pimpinan King of Xerxes (Khashayar Shah) Raja Persia dari Dinasti Achaemenian yang ingin merebut Yunani.
Nama anak Raja Darius ditafsirkan sebagai Khshayarsha yang merupakan nama Persianya, yang kemudian diterjemahkan dalam Yunani sebagai Xerxes I, dan dalam Ibrani disebut Ahasyweros atau Akhashverosh, atau dalam Inggris disebut Ahas-uerus.

Tragedi bersejarah yang dipoles oleh Hollywood ini digambarkan dalam bentuk perlawanan sekelompok tentara barat yang jumlahnya sedikit melawan pasukan kolosal timur yang keji dan dzalim. Dengan menggunakan spesial efek bangsa Persia (Iran) dalam film ini dikesankan sebagai bangsa yang biadab dan tak beradab. Raja Xerxes digambarkan sebagai seorang diktator/ tiran yang selalu dikelilingi para tukang sihir dan pelacur binal. Berlawanan dengan bangsa Sparta (Yunani) yang digambarkan berperadaban tinggi dan demokratis.

APAKAH FILM TERSEBUT SESUAI DENGAN KENYATAAN? 
Surat kabar terkenal Amerika SerkatThe Washington Post” berpendapat bahwa film “300” ditujukan untuk penonton yang nalarnya rendah. Bahkan dalam film itu sama sekali tak dijelaskan urgensi pengorbanan untuk menyelamatkan Thermopylae dan juga tak ada sedikitpun ulasan soal kekalahan telak Yunani dalam menghadapi bangsa Iran. Bagian film lainnya juga menampilkan Parlemen Yunani yang menolak untuk memberikan dukungan dan bantuan kepada Raja Leonidas melalui serangkaian perdebatan. Ini mengingatkan Kongres AS yang menolak kebijakan Presiden AS, George W. Bush, soal Perang Irak.

     Seorang profesor sejarah kuno dari Universitas California bernama Touraj Daryaee membantah paparan film “300” yang hanya dibuat dalam waktu 60 hari tersebut. Menurut Daryaee, berdasar catatan sejarah yang ada, Persia (Iran) di bawah kekuasaan Dinasti Achaemenian telah sangat maju pada jamannya dan telah membuat perundang-undangan yang sangat manusiawi. Sebaliknya, masyarakat Sparta (Yunani) masih berada di bawah perbudakan dan tiran.
Hal ini sangat berbeda dengan apa yang ditampilkan di film “300”.

Sparta adalah kerajaan militer. Sejarah peradaban Iran telah lebih dahulu muncul beberapa abad sebelum peradaban Eropa. Iran merupakan bangsa yang pertama kali mendirikan imperium di dunia. Pada saat itu bangsa Iran berkuasa di berbagai kawasan yang meliputi Mesir hingga India dan melintasi Teluk Persia hingga Yunani”, ujar Daryaee.

Dinasti Achaemenian pada jamannya telah mempersembahkan berbagai karya besar untuk umat manusia diantaranya instansi pos, bendungan air, kanal-kanal perairan, dan jalur transportasi yang panjang. Bahkan Istana Persepolis yang berdiri di Persia merupakan simbol peradaban dunia kala itu. Pionir peradaban Achaemenian adalah seorang pendekar bernama Cyrus. Dalam sejarah Cyrus juga tercatat sebagai pembebas kaum Yahudi dari kezhaliman Babylonia. Pada 2500 tahun yang lalu, salah satu raja Dinasti Achaemenian bernama Darius juga menguasi Terusan Zues.

Dinasti Achaemenian akhirnya runtuh setelah datangnya serangan dari Alexander Macedonia. Alexander berambisi untuk menguasai dunia termasuk Persia, sehingga dia melakukan serangkaian ekspedisi perang ke berbagai wilayah. Alexander Macedonia menyerang Persia dengan membakar Istana Persepolis. Puing-puing istana tersebut sampai sekarang masih dapat kita lihat di Shiraz, selatan Iran.

      Sekarang Barat sebagai penerus ambisi Alexander kembali menggelar perang terhadap Iran (Persia) melalui berbagai cara, termasuk melalui perangkat canggih pencuci otak, Hollywood.
Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad pun menegaskan jika film ini sengaja dirilis untuk menempelkan stigma pada bangsa Iran bahwa bangsa besar tersebut adalah teroris yang wajib diperangi.
Hollywood adalah salah satu representasi ambisi politik Washington di dunia perfilman. Mereka berusaha keras mencoreng peradaban besar Iran dan membangun opini bahwa Iran adalah bangsa teroris”, tegas Ahmadinejad.
Inilah misi dari film “300” yang sesungguhnya.

RISE OF AN EMPIRE
     Tujuh tahun setelah film “300” yang pertama tayang kini telah ada sekuel filmnya berjudul “300 Rise of an Empire”. Film yang disutradai oleh Noam M. ini mengisahkan tentang pasukan Athena (Yunani) yang tak terlatih dan jumlah terbatas berjuang melawan pasukan terbaik Persia (Iran) yang dipimpin oleh panglima perang angkatan laut perempuan keturunan Yunani bernama Artemisia yang diperankan oleh Eva Green
 
Eva Green as Artemisia
Di akhir cerita pasukan Athena, Sparta dan wilayah lain di Yunani bersatu melawan pasukan Persia (Iran) dan berhasil menang. Sebelumnya digambarkan tentang perjuangan pasukan Sparta melawan pasukan Persia sebelumnya yang juga ada di film “300”. Serta digambarkan tentang Raja Darius (diperankan Igal Naor) ayah dari Raja Xerxes (diperankan Rodrigo Santoro) yang mati terpanah oleh salah satu pasukan Athena bernama Themistokles yang diperankan oleh Sullivan Stapleton. Themistokles inilah yang nantinya yang memimpin pertempuran melawan Persia berhadapan dengan Artemisia.

Jika di film “300” Raja Leonidas yang menjadi ruh cerita atau tokoh utama. Di film “300 Rise of an EmpireThemistokles lah yang menjadi pahlawan perang sekaligus man of the match dari perang tersebut. Sosok Themistokles digambarkan sebagai orang yang pemberani dan jago dalam menyusun strategi perang. Dia bahkan dapat mengelabuhi Artemisia yang merupakan panglima perang sangat terlatih yang telah berkali-kali memenangkan peperangan dan ahli dalam siasat perang.

Di film ini lagi-lagi bangsa Persia (Iran) dikesankan sebagai bangsa yang bejat, tak beradab, haus darah, licik namun mudah dikelabuhi. Sebaliknya bangsa Athena (Yunani) digambarkan sebagai bangsa yang pantang menyerah dan dengan digdayanya tiba-tiba bisa menjadi pasukan perang yang hebat padahal mereka hanya berasal dari para petani, peternak, pedagang dan tak terlatih. Dengan jumlah mereka yang sangat sedikit tak sebanding dengan kuantitas dan kualitas pasukan Persia (Iran) pimpinan Artemisia, namun dengan adanya seorang Superman (baca: Themistokles) dapat menjadi kekuatan penentu kemenangan pasukan Athena (Yunani) dalam menghadapi Persia (Iran). Juga dengan bantuan pasukan Sparta yang dipimpin oleh janda Raja Leonidas yaitu Ratu Gorgo yang diperankan oleh Lena Headey, yang datang belakangan bersama pasukan lain, mengakhiri film yang berdurasi sekitar satu setengah jam ini. 
 
300 Rise of an Empire

RAJA XERXES PENGANUT ZOROASTER
      Faktanya Raja Xerxes bukanlah sosok sadis seperti yang digambarkan dalam film “300” maupun “300 Rise of Empire”. Xerxes disebut sebagai raja setengah dewa karena dia adalah seorang Zoroastrian (orang yang menganut ajaran Zoroaster/ Zarathustra). Menurut ajaran ini raja adalah seorang yang bertindak atas nama Tuhan/ Dewa sehingga harus mencerminkan keadilan. Inilah yang mendasari pendapat atau kepercayaan bahwa raja adalah titisan dewa. Pembunuhan tidak bisa diganjar hukuman mati jika hanya dilakukan sekali. Raja Xerxes pun tidak pernah memaksakan daerah taklukannya untuk menjadi Zoroastrian. Ini terbukti dengan mesir tetap melakukan tradisi pertuhanan mereka dengan bebas meskipun telah ditaklukan Persia.

THERMOPYLAE
 Thermopylae merupakan sebutan untuk pertempuran yang terjadi sekitar 480 Sebelum Masehi antara aliansi negara-kota Yunani melawan invasi Persia yang berlangsung di celah Thermopylae di Yunani tengah. Aliansi negara-kota Yunani tersebut dipimpin oleh Leonidas, Raja Sparta (Yunani). Dari pihak Persia masih samar berapa jumlah pasukan yang ikut dalam invasi tersebut. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Raja Xerxes mengerahkan sekitar 100.000 pasukannya ke Yunani. Pertempuran Thermopylae sendiri sebenarnya bukan tujuan atau pertempuran utama bagi kedua belah pihak. Tapi yang jelas Raja Xerxes ingin membalas kekalahan telak pasukan Persia pada invasi sebelumnya yaitu di pulau Marathon.
Karena sempitnya medan Thermopylae yang merupakan celah di antara dua bukit di dekat Laut Aegea, jumlah pasukan yang terlibat dalam pertempuran tersebut hanya sekitar 25.000 sampai 30.000. 

Banyak orang mengira – atau memang dibuat berfikir demikian – bahwa pahlawan dalam pertempuran tersebut adalah Raja Leonidas dan 300 pasukannya. Karenanya filmnya berjudul “300”. Padahal sebenarnya jumlah pasukan Yunani tidak hanya 300 saja namun lebih!
Raja Leonidas & Raja Xerxes I
Pasukan Yunani yang mengikuti pertempuran tersebut mencapai 7000 pasukan, yang terdiri dari Raja Leonidas dan 300 pengawal pribadi Raja – bukan pasukan reguler Sparta –, 700 Thespiae dan 6000 aliansi Yunani lannya. Ini yang mungkin belum banyak diketahui dan perlu diketahui umum. Mungkinkah kenyataan ini sengaja ditutupi, diubah, dibelokkan atau disamarkan untuk mendapat kesan dramatis atau betapa hebatnya pasukan Yunani dan sebaliknya menunjukkan betapa lemahnya pasukan Persia?

Raja Leonidas memimpin sekitar 5000 Hoplite (infantri) saat berusaha menahan gerak maju pasukan Persia yang baru saja mendarat. 5000 hoplite ini terdiri dari pasukan Peloponnesia, Helots, Thespia, Thebes, dan Phoenician. Mereka mengambil posisi di Tempe Gorge, jalan setapak satu-satunya yang harus dilewati pasukan Persia untuk keluar dari Beach Head (daerah pendaratan) untuk melanjutkan invasi. Jalan setapak itu terletak di pinggir tebing karang di atas Laut Aegean. Tempat yang cocok bagi koalisi Yunani untuk mengoptimalkan panjang Sarissa – tombak khas Yunani yang mencapai panjang sekitar 4 meter – untuk menahan musuh dalam jumlah yang besar. Jalan setapak itu lebarnya hanya bisa dilewati paling banyak sepuluh orang berbanjar. Jalan setapak yang dikenal dengan nama Thermopylae tersebut terbukti menjadi kartu As pasukan koalisi Yunani untuk menahan laju pasukan Persia.

Untuk membongkar pertahanan Yunani, Persia mengerahkan orang-orang Medes di bawah pimpinan Tigranes namun gagal. Kemudian pasukan infantri pengawal istana Susa (Persia/ Iran) yang memiliki senjata dan perisai besar dikerahkan, kembali serangan tersebut gagal dan banyak yang tewas terjatuh dari tebing karena terdorong Sarissa. Akhirnya Raja Xerxes terpaksa mengeluarkan pasukan elitenya The Immortal untuk menembus pertahanan Yunani. Pertarungan berlangsung sengit walaupun akhirnya The Immortal berhasil dipukul mundur. Kekalahan Immortal ini menjadi pukuklan besar bagi seluruh pasukan Persia.

Persia baru mendapat angin segar ketika seorang petani bernama Ephialtes berkhianat dan menunjukkan sebuah jalur lain yang bisa digunakan untuk menembus perbukitan dan muncul di belakang pasukan Yunani yang menjaga jalan tersebut. Keesokan harinya pasukan Yunani baru sadar bahwa pasukan Immortal Persia sudah berada di belakang mereka.
Melihat itu Raja Leonidas mengijinkan prajurit koalisi Yunani untuk mundur sementara dirinya dan akan berusaha sebisa mungkin menahan pasukan Persia. Akhirnya hanya sekitar 300 Spartan, 700 Thespian dan 400 Theban yang bertahan. Mereka dikepung dari dua arah oleh pasukan Persia.

Pada hari pertama pengepungan hampir semua pasukan Thespian dan Theban gugur. Di hari kedua, tinggal Raja Leonidas dan 300 Spartan yang bertahan mati-matian – mungkin ini yang berusaha digambarkan film “300”, hanya secuplik/ potongan puzzle dari keseluruhan cerita lengkap yang tang diungkap. Raja Leonidas akhirnya gugur pada pertempuran itu. Mayat Raja Leonidas menjadi rebutan pasukan Sparta (Yunani) dan Persia (Iran). Lokasi Raja Leonidas gugur pun menjadi ajang pertempuran dahsyat. Empat kali pasukan Persia menguasai tempat itu dan empat kali pula pasukan Sparta berhasil merebut posisi tersebut.

Memasuki hari ketiga sisa-sisa pasukan Sparta membentuk lingkaran bertahan di sekeliling tubuh Raja mereka. Pasukan Persia yang sudah mengalami banyak korban tidak berani melakukan serbuan frontal lagi melainkan menghujani Spartan dengan panah dan lembing. Di hari ketiga lewat tengah hari prajurit terakhir Sparta gugur. 25.000 sampai 30.000 pasukan Persia memerlukan dua setengah hari utuk mengalahkan 1400 pasukan Raja Leonidas. Khusus untuk mengalahkan Raja Leonidas dan 300 Spartan membutuhkan waktu satu setengah hari. Persia kehilangan lebih banyak nyawa prajurit dalam peperangan tersebut. Sekitar 10.000 sampai 15.000 pasukan Persia gugur. Di antara pemimpin Persia yang gugur terdapat dua putra Raja Darius yaitu Abrocomes dan Hyperanhes.
Meskipun kalah, hasil tersebut membuat pasukan koalisi Yunani mempunyai cukup waktu untuk mengahdapi Pasukan Persia. Klimaksnya di dataran Platae pasukan Yunani berhasil menghancurkan pasukan Persia yang tersisa dari pertempuran Thermopylae.

DINASTI ACHAEMENID/ ACHAEMENIAN
      Dinasti Achaemenid adalah sebuah dinasti kerajaan Persia kuno. Menurut dugaan pendiri dinasti ini adalah Raja Achaemens dari Anshan (Hakhamanish). Beliau kemudian digantikan oleh putranya bernama Teispes dari Ashan. Catatan sejarah mengindikasikan bahwa ketika mati kedua putranya berbagi tahta sebagai Cyrus I dari Anshan dan Ariaramnes dari Persia. Keduanya kemudian digantikan oleh putra mereka yaitu Cambyses I dari Anshan dan Arsames dari Persia. Pada tahun 559 Masehi Cambyses digantikan posisinya sebagai raja Anshan oleh putranya Cyrus II Agung. Kemudian beliaupun digantikan oleh Arsames yang masih hidup di atas tahta Persia.

Raja Cyrus II dianggap sebagai raja pertama dinasti Achaemenid karena pendahulunya tunduk pada Media. Sebaliknya Cyrus II berhasil menundukkan Media, Lydia dan Babylon, sementara putranya Cambyses II menambahkan Mesir pada kerajaannya.
Puncak kekuasaan yang mutlak dinasti ini diraih selama masa kepemimpinan Raja Darius I (521-485 SM) dan putranya Raja Xerxes I (485-465 SM). Para penguasa ini membangun istana yang besar dan indah di kota Persepolis, Susa dan Ectabana. Kerajaan Persia juga meraih kekuasaan terluasnya pada masa pemerintahan mereka.

Setelah kematian Xerxes I (465 SM) kemunduran dinasti ini dimulai. Persia mengalami serangkaian penguasa-penguasa lemah yang menguasai kerajaan. Kemerosotan semakin merajalela, penataan keuangan, militer dan pemerintahan sering diabaikan.
Raja Achaemenid terakhir adalah Raja Darius III (336-330 SM) yang dikalahkan oleh Alexander III dari Macedonia. Setelah ditaklukan Macedonia, kerajaan Persia diambil alih oleh Alexander.

Setelah praktek Manethi, ahli sejarah mesir mengacu pada periode di Mesir ketika dinasti Achaemenid berkuasa sebagai dinasti yang yang ke-27 (525-404 SM) dan ke-31 (343-332 SM). Di puncak kekuasaanya para penguasa Achaemenid dari Persia menguasai wilayah-wilayah yang kurang lebih meliputi beberapa bagian Irak, Mesir, Syria (Suriah), Pakistan (India), Jordania, Israel (Palestina), Lebanon, Armenia, Asia Tengah, Kaukasia, dan Turki bagian Asia. Dalam periode yang berbeda dinasti Achaemenid juga menguasai Mesir, meskipun Mesir telah dua kali memperoleh kembali kemerdekaannya dari Persia.



[Sumber: Eramuslim Digest Islamic Thematic Handbook, Buku Intelejen Wanita Pertama Yahudi, Film 300 & Rise of an Empire]


Wednesday 21 May 2014

MISI GELAP WALT DISNEY



Subliminal message atau pesan bawah sadar merupakan sinyal atau pesan yang terdapat dalam media lain, yang dirancang untuk melewati di batas normal pikiran/presepsi manusia. Pesan ini sebenarnya tidak dapat disadari/diketahui, namun dalam situasi tertentu dapat mempengaruhi pikiran, perilaku, tindakan, sikap, sistem kepercayaan dan sistem nilai secara positif maupun negatif. Istilah bawah sadar berarti “beneath a limen” (ambang indrawi). This is from the Latin words sub , meaning under, and limen , meaning threshold. Subliminal berasal dari bahasa Latin, kata sub yang berarti di bawah, dan limen, yang berarti ambang.

     Tahukah Anda bahwa di balik kekonyolan dan tingkah lucu karakter kartun Walt Disney tersimpan agenda jahat yang akan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan? Ternyata ada banyak orang ataupun kelompok yag terorganisir yang mendedikasikan hidupnya untuk pemrograman massa melalui media televisi, dan yang dianggap lebih penting adalah “pemograman” yang ditujukan kepada anak-anak sementara mereka masih muda, naif, dihipnotis, dan rentan.  Hal ini ditekankan oleh Wes Penre, tokoh penting di belakang kebangkitan musik rock dan heavy-metal AS di era 1980-an. Wes Penre merupakan mantan anggota kelompok pemuja setan, yang kemudian bertobat dan menjadi peneliti dunia hiburan AS. Orang di belakang kesuksesan banyak kelompok musik cadas Amerika ini dalam situs Illuminaty News  menulis sebuah artikel singkat berjudul “The Walt Disney Agenda”.  

     Penre membuka artikel itu dengan kalimat, “Saya menonton film kemarin, judulnya The Haunted Mansion, dibintangi oleh Eddie Murphy. Film ini diproduksi oleh Disney. Ini bukan sekadar film setan dengan akting yang payah namun ada sesuatu di baliknya. Pertanyaan pertama tentang film ini, setelah saya menontonnya adalah, ‘Untuk siapa sebenarnya film ini? Orang-orang dewasa, atau anak-anak? Jika untuk orang dewasa, film ini sangatlah naïf, terlalu enteng dan tidak lucu. Namun jika untuk anak-anak, ini adalah film yang amat sangat menakutkan. Lalu untuk siapa sebenarnya Disney membuat film ini’?” 
Penre mengatakan, untuk menjawab semua pertanyaan itu maka kita perlu mengetahui siapa sesungguhnya Walt Disney, apa misi utama perusahaan Disney, untuk apa didirikan, dan akan digunakan sebagai apa? 

Walt Disney merupakan anggota Freemasonry derajat 33°, suatu derajat tertinggi yang hanya bisa dicapai oleh tokoh-tokoh Yahudi, dan juga anggota Illuminaty. Di balik seluruh karakter kartun yang diciptakannya yang tersebar di aneka film, buku cerita, dongeng, dan sebagainya, ada agenda tersembunyi illuminaty untuk mempengaruhi dan men-setting pemikiran anak-anak, ” tulis Penre

     Seluruh produksi Disney mengandung simbol-simbol Masonik, okultisme, dan juga indoktrinasi maupun pengendalian alam pikiran. “Lewat Disney, mereka telah meracuni pemikiran manusia sedari anak-anak agar bisa menerima ‘The New World Order’ suatu saat kelak. Mereka juga memperkenalkan sejak dini kepada anak-anak seluruh dunia apa yang disebut sebagai black-magic, The Sorcery, sebagai jalan keluar yang bagus, ” tandas Penre yang juga banyak menulis masalah-masalah Illuminaty di dunia hiburan Amerika.  
Tanpa Anda sadari, anak-anak Anda telah “menghilang” ke dalam Disneyland dan diculik oleh perusahaan Disney kemudian dikorbankan serta diperbudak menjadi agen-agen The New World Order di masa depannya. Hebatnya lagi, Disney mampu melakukan itu semua di kamar-kamar tidur dan ruang keluarga seluruh dunia ini. “Sekarang kita kembali kepada film ‘The Haunted Mansion’. Kami paham, betapa tidak mungkinnya para orangtua melarang anak-anak menonton film ini, yang seolah-olah diperuntukkan bagi anak-anak, namun banyak memuat unsur-unsur kekerasan, seksualitas, dan sejenisnya, ” tambahnya.  

     Penre juga bercerita bahwa seorang sahabatnya pernah menemui hal ganjil di Disneyland-California. “Di suatu tempat di tengah areal Disneyland, orang ini masuk dan bersembunyi ke dalam semak-semak untuk sekadar merokok. Tanpa diduga, dari semak-semak itu terlihat sebuah lorong ke dalam tanah. Dia masuk ke dalam dengan hati-hati. Dari dalam tanah dia mendengar suara tangisan anak-anak, ” ujar Penre. 



 [Sumber: eramuslim.com, mureo.com]

Monday 19 May 2014

REKAYASA SEJARAH, MITOS KARTINI DAN THE OTHER WOMAN POWER

      Bulan April memang sudah berakhir namun tidak ada salahnya kita mencoba untuk mencari tahu tentang Hari Kartini pada tanggal 21 April yang sering diperingati oleh warga Indonesia utamanya kaum hawa. Sebagian dari kita mungkin sempat berfikir dan bertanya-tanya, 
 
Raden Ajeng Kartini
Kenapa setiap tanggal 21 April kita memperingati Hari Kartini dan kenapa harus Raden Ajeng Kartini, apakah tidak ada perempuan Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani selain R.A. Kartini?”

Pertanyaan kritis seperti ini juga telah sering diungkapkan para sejarawan yang mengetahui sejarah Indonesia, perkembangan pendidikan dan peran perempuan Indonesia di masa lalu. Misalnya sejarawan Persi Tiar Anwar Bahtiar dan Prof. Dr. Harsja W. Bachtiar. Mereka mengkritik pengkultusan R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia dan mempertanyakan mengapa harus Kartini yang dijadikan sebagai simbol kemajuan wanita Indonesia.

      Harsja menunjuk dua sosok perempuan yang hebat dalam sejarah Indonesia. Pertama, Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat dari Aceh. Kedua, Siti Aisyah We Tenriolle dari Sulawesi Selatan. Anehnya dua wanita itu tidak masuk dalam buku Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1978), terbitan resmi Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Padahal dua wanita itu sangat luar biasa. Sedangkan Kartini masuk dalam buku tersebut. 
 
      Sultanah Safiatudin dikenal sebagai sosok yang sangat pintar dan aktif mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, dia menguasai bahasa Arab, Persia, Spanyol dan Urdu. Di masa pemerintahannya, ilmu dan kesusastraan berkembang pesat. Ketika itulah lahir karya-karya besar dari Nuruddin ar-Raniry, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf. Beliau juga berhasil menampik usaha-usaha Belanda untuk menempatkan diri di daerah Aceh. VOC pun tidak berhasil memonopoli perdagangan timah dan komoditi lainnya. Sultanah memerintah Aceh cukup lama, yaitu antara tahun 1644 sampai dengan tahun 1675. Ia dikenal sangat memajukan pendidikan, baik untuk laki-laki maupun perempuan. 
Siti Aisyah We Tenriolle
 
      Tokoh perempuan kedua adalah Siti Aisyah We Tenriolle. Perempuan ini bukan hanya dikenal ahli dalam pemerintahan, tetapi juga mahir dalam kesusastraan. B.F. Matthes, orang Belanda yang ahli sejarah Sulawesi Selatan, mengaku mendapat manfaat besar dari sebuah epos La-Galigo, yang mencakup lebih dari 7.000 halaman folio. Ikhtisar epos besar itu dibuat sendiri oleh We Tenriolle. Pada tahun 1908, perempuan ini mendirikan sekolah pertama di Tanette, tempat pendidikan modern pertama yang dibuka baik untuk anak-anak laki-laki maupun perempuan.

     Penelusuran Prof. Harsja W. Bachtiar terhadap penokohan Kartini akhirnya menemukan titik terang. R.A. Kartini memang dipilih oleh orang Belanda untuk ditampilkan ke depan sebagai pendekar kemajuan perempuan pribumi di Indonesia. Mula-mula Kartini bergaul dengan Asisten-Residen Ovink suami istri. Adalah Cristiaan Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah Hindia Belanda, yang mendorong J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan, agar memberikan perhatian pada Kartini tiga bersaudara.
Harsja menulis tentang kisah ini, “Abendanon mengunjungi mereka dan kemudian menjadi semacam sponsor bagi Kartini. Kartini berkenalan dengan Hilda de BooyBoissevain, istri ajudan Gubernur Jendral, pada suatu resepsi di Istana Bogor, suatu pertemuan yang sangat mengesankan kedua belah pihak.”
Ringkasnya, Kartini kemudian berkenalan dengan Estella Zeehandelaar (Stella), seorang aktivis gerakan Sociaal Democratische Arbeiderspartij (SDAP). Perempuan Belanda ini kemudian mengenalkan Kartini pada berbagai ide modern, terutama mengenai perjuangan wanita dan sosialisme.

Tokoh sosialisme H.H. van Kol dan penganjur “Haluan Etika” C.Th. van Deventer adalah orang-orang yang menampilkan Kartini sebagai pendekar perempuan Indonesia.

Pada tahun 1911, lebih dari enam tahun setelah Kartini wafat (umur 25 tahun), Abendanon menerbitkan kumpulan surat-surat Kartini dengan judul Door Duisternis tot Lich. Kemudian terbit juga edisi bahasa Inggrisnya dengan judul Letters of a Javaness Princess. Beberapa tahun kemudian, terbit terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran (1922).

     Dua tahun setelah penerbitan buku Kartini, Hilda de Booy-Boissevain memprakarsai pengumpulan dana yang memungkinkan pembiayaan sejumlah sekolah di Jawa Tengah. Tanggal 27 Juni 1913, didirikan Komite Kartini Fonds, yang diketuai C.Th. van Deventer. Usaha pengumpulan dana ini lebih memperkenalkan nama Kartini, serta ide-idenya pada orang-orang di Belanda.

Harsja Bachtriar kemudian mencatat,
Orang-orang Indonesia di luar lingkungan terbatas Kartini sendiri, dalam masa kehidupan Kartini hampir tidak mengenal Kartini dan mungkin tidak akan mengenal Kartini bilamana orang-orang Belanda ini tidak menampilkan Kartini ke depan dalam tulisan-tulisan, percakapan-percakapan maupun tindakan-tindakan mereka.”
Karenanya guru besar UI tersebut menyimpulkan bahwa kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi perempuan di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut.

Harsja mengimbau agar informasi tentang perempuan Indonesia yang hebat-hebat dibuka seluas-luasnya, sehingga menjadi pengetahuan dan teladan bagi banyak orang. Ia secara halus berusaha meruntuhkan mitos Kartini. Beliau menegaskan, “Dan bilamana ternyata bahwa dalam berbagai hal wanita-wanita ini lebih mulia, lebih berjasa daripada R.A. Kartini, kita harus berbangga bahwa wanita-wanita kita lebih hebat daripada dikira sebelumnya, tanpa memperkecil penghargaan kita pada R.A. Kartini.”

      Dalam artikelnya di Jurnal Islamia (INSISTS-Republika, 9/4/2009), Tiar Anwar Bahtiar juga menyebut sejumlah sosok wanita yang sangat layak dimunculkan, seperti Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (kemudian pindah ke Medan). Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Berikut ini paparan tentang dua sosok wanita itu, sebagaimana dikutip dari artikel Tiar Bahtiar.

Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.
Rohana Kudus

      Kalau Kartini hanya menyampaikan ide-idenya dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah, yaitu mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang berinisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (Padang), dan Cahaya Sumatera (Medan). Meskipun aktif berkiprah di tengah masyarakat, Rohana Kudus juga memiliki visi keislaman yang tegas.

Cut Nyak Dien
Ada pula Cut Nyak Dien yang tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Beliau tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini. Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita. Di Aceh, kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh.

Jika melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah dari Aceh, klaim-klaim keterbelakangan kaum wanita di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan. Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Cut Malahayati.
Laksamana Cut Malahayati

      Dengan mengetahui informasi-informasi di atas tentu kita menjadi bartanya-tanya. Mengapa Kartini? Mengapa bukan Rohana Kudus? Mengapa bukan Cut Nyak Dien? Mengapa Abendanon memilih Kartini? Dan mengapa kemudian bangsa Indonesia juga mengikuti kebijakan itu?

Seperti diungkapkan oleh Prof. Harsja W. Bachtiar dan Tiar Anwar Bahtiar, penokohan R.A. Kartini tidak terlepas dari peran Belanda. Harsja W. Bachtiar bahkan menyinggung nama Christian Snouck Hurgronje dalam rangkaian penokohan Kartini oleh Abendanon. Padahal, Snouck adalah seorang orientalis Belanda yang memiliki kebijakan sistematis untuk meminggirkan Islam dari bumi Nusantara. Pakar sejarah Melayu, Prof. Naquib al-Attas sudah lama mengingatkan adanya upaya yang sistematis dari orientalis Belanda untuk memperkecil peran Islam dalam sejarah Kepulauan Nusantara.

     Dalam bukunya, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu (Bandung: Mizan, 1990, cet. Ke-4), Prof. Naquib al-Attas menulis tentang masalah ini.
Kecenderungan ke arah memperkecil peranan Islam dalam sejarah Kepulauan ini, sudah nyata pula, misalnya dalam tulisan-tulisan Snouck Hurgronje pada akhir abad yang lalu. Kemudian hampir semua sarjana-sarjana yang menulis selepas Hurgronje telah terpengaruh kesan pemikirannya yang meluas dan mendalam di kalangan mereka, sehingga tidak mengherankan sekiranya pengaruh itu masih berlaku sampai dewasa ini.”

       Apa hubungan Kartini dengan Snouck Hurgronje?
Dalam sejumlah suratnya kepada Ny. Abendanon, Kartini memang beberapa kali menyebut nama Snouck. Tampaknya, Kartini memandang orientalis-kolonialis Balanda itu sebagai orang hebat yang sangat pakar dalam soal Islam. Dalam suratnya kepada Ny. Abendanon tertanggal 18 Februari 1902, Kartini menulis,
Salam, Bidadariku yang manis dan baik! Masih ada lagi suatu permintaan penting yang hendak saya ajukan kepada Nyonya. Apabila Nyonya bertemu dengan teman Nyonya Dr. Snouck Hurgronje, sudikah Nyonya bertanya kepada beliau tentang hal berikut, ‘Apakah dalam agama Islam juga ada hukum akil balig seperti yang terdapat dalam undang-undang bangsa Barat?’ Ataukah sebaiknya saya memberanikan diri langsung bertanya kepada beliau? Saya ingin sekali mengetahui sesuatu tentang hak dan kewajiban perempuan Islam serta anak perempuannya.”

     Melalui bukunya, Snouck Hurgronje en Islam, P.SJ. Van Koningsveld memaparkan sosok dan kiprah Snouck Hurgronje dalam upaya membantu penjajah Belanda untuk menaklukkan Islam. Mengikuti jejak orientalis Yahudi, Ignaz Goldziher, yang menjadi murid para Syaikh Al-Azhar Kairo, Snouck sampai merasa perlu untuk menyatakan diri sebagai seorang muslim pada tahun 1885 dan berganti nama menjadi Abdul Ghaffar. Dengan itu dia bisa diterima menjadi murid para ulama Mekkah. Posisi dan pengalaman ini nantinya memudahkan langkah Snouck dalam menembus daerah-daerah Muslim di berbagai wilayah di Indonesia.
Menurut Van Koningsveld, pemerintah kolonial mengerti benar sepak terjang Snouck dalam penyamarannya sebagai Muslim. Snouck dianggap oleh banyak kaum Muslim di Nusantara ini sebagai ulama. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai Mufti Hindia Belanda. Juga ada yang memanggilnya Syaikhul Islam Jawa. Padahal Snouck sendiri menulis tentang Islam, ”Sesungguhnya agama ini meskipun cocok untuk membiasakan ketertiban kepada orang-orang biadab, tetapi tidak dapat berdamai dengan peradaban modern, kecuali dengan suatu perubahan radikal, namun tidak sesuatu pun memberi kita hak untuk mengharapkannya.”

      Christian Snouck Hurgronje lahir pada tahun 1857 adalah adviseur pada Kantor voor Inlandsche zaken pada periode 1899-1906. Kantor inilah yang bertugas memberikan nasehat kepada pemerintah kolonial dalam masalah pribumi. Dalam bukunya, Politik Islam Hindia Belanda (Jakarta: LP3ES, 1985), Dr. Aqib Suminto mengupas panjang lebar pemikiran dan nasehat-nasehat Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial Belanda. Salah satu strateginya, adalah melakukan ‘pembaratan’ kaum elite pribumi melalui dunia pendidikan, sehingga mereka jauh dari Islam. Menurut Snouck, lapisan pribumi yang berkebudayaan lebih tinggi relatif jauh dari pengaruh Islam. Sedangkan pengaruh Barat yang mereka miliki akan mempermudah mempertemukannya dengan pemerintahan Eropa. Snouck optimis, rakyat banyak akan mengikuti jejak pemimpin tradisional mereka. Menurutnya, Islam Indonesia akan mengalami kekalahan akhir melalui asosiasi pemeluk agama ini ke dalam kebudayaan Belanda. Dalam perlombaan bersaing melawan Islam bisa dipastikan bahwa asosiasi kebudayaan yang ditopang oleh pendidikan Barat akan keluar sebagai pemenangnya. Apalagi, jika didukung oleh kristenisasi dan pemanfaatan adat.

Aqib Suminto mengupas beberapa strategi Snouck Hurgronje dalam menaklukkan Islam di Indonesia, “Terhadap daerah yang Islamnya kuat semacam Aceh misalnya, Snouck Hurgronje tidak merestui dilancarkan Kristenisasi. Untuk menghadapi Islam ia cenderung memilih jalan halus, yaitu dengan menyalurkan semangat mereka kearah yang menjauhi agamanya (Islam) melalui asosiasi kebudayaan.”

      Itulah strategi dan taktik penjajah untuk menaklukkan Islam. Pada masa sekarang pun kita dapat melihat strategi dan taktik tersebut masih banyak digunakan. Bahkan mungkin semakin canggih.
 
     Saya memposting ini bukan bermaksud untuk tidak menghargai perjuangan R.A. Kartini namun semata-mata untuk membuka mata kita bersama agar lebih terbuka terhadap sejarah, kebenaran dan perjuangan para pejuang lain yang patut kita apresiasi juga. Agar kita lebih paham sejarah dan kebenaran serta mengetahui bahwa pejuang-pejuang perempuan Indonesia sangat banyak jumlahnya.
Mengenai sosok R.A. Kartini, saya akan membahasnya di postingan berikutnya, Insya ALLAAH. Silahkan disimak dan mohon dikoreksi jika ada kekeliruan. Saya juga berharap pembaca mau menambhakan jika ada yang kurang. Terima kasih.


Mereka berusaha hendak memadamkan nur (cahaya) ALLAAH dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi ALLAAH (justru) menyempurnakan nur-hidayah NYA (agama Islam) walau orang-orang kafir membencinya".
(QS. As-Shaff: 8)

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”.
(QS. Al-Israa’: 36)

Sesungguhnya ALLAAH tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra'd: 19)

Orang-orang yang mengikuti sesuatu tanpa pengetahuan yang cukup adalah sama dengan orang-orang jahiliyah.”
(Sayyid Quthb)


[Referensi:
Adian Husaini-Catatan Akhir Pekan (CAP),
Harsja W. Bahtiar-Kartini dan Peranan Wanita dalam Masyarakat Kita,
Tiar Anwar Bahtiar-INSISTS-Republika,
Prof. Naquib al-Attas-Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu,
Kartini-Surat-surat kepada Ny. R.M. Abendanon-Mandri dan Suaminya,
P.SJ. Van Koningsveld-Snouck Hurgronje en Islam,
Dr. Aqib Suminto-Politik Islam Hindia Belanda]