YESUS
SANG RAJA ISRAEL
Injil Matius dan Lukas menyatakan secara eksplisit bahwa
Yesus (Nabi Isa A.S.) adalah keturunan raja dari garis keturunan Raja
Salomo (Nabi Sulaiman A.S.) dan David (Nabi Daud A.S.). Ketiga orang
Majus itu mencari “bayi raja orang Yahudi”. Dalam Lukas
23: 3, “Yesus dituduh menyesatkan bangsa
kami dan melarang membayar pajak pada kaisar dan menyatakan bahwa ia
adalah kristus, yaitu raja”. Dalam Matius
21: 9 ketika ia memasuki Yerusalem dengan
penuh kemenangan Yesus disambut dengan teriakan orang banyak, “hosana
bagi anak Daud”. Tak diragukan lagi bahwa Yesus disambut sebagai
raja. Bahkan Injil Lukas dan Yohanes menggambarkan secara eksplisit
tentang peristiwa tersebut. Dalam Yohanes 1:
49 Nathanael menamakan Yesus, “Engkaulah
raja orang Yahudi itu”. Tentu saja kita juga tak bisa melupakan
bahwa terdapat pahatan “Raja orang Yahudi” yang diperintahkan
Pilatus untuk dipakukan pada kayu salib Yesus. Tentang status Yesus
selaku raja terdapat bukti dalam penuturan Injil tentang pembunuhan
massal yang diperintahkan Herodes terhadap bayi-bayi yang tidak
berdosa (Matius 2: 3-14).
Walaupun catatan tentang kejadian historis tersebut sangat diragukan,
penuturan ini membuktikan rasa cemas Herodes tentang kelahiran Yesus:
“Ketika
raja Herodes mendengar hal itu terkejutlah ia... Dikumpulkannya semua
imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi... Lalu dimintanya
keterangan dari mereka, di mana kristus akan dilahirkan. ‘di
Bethlehem, di tanah Yudea’, mereka berkata kepadanya, ‘karena
demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi’...”
So,
gelar
Kristus berarti Raja, raja bagi orang Yahudi. Yesus bukanlah Tuhan.
Dalam
iman orang Islam pun diyakini bahwa Isa (Yesus) adalah seseorang yang
terpilih dan diutus khusus untuk Bani Israel/ Yahudi (Rasul untuk
Israel). Dan Nabi Isa termasuk Nabi yang wajib diimani/ dipercaya
oleh umat muslim (termasuk rukun iman-iman kepada nabi dan rasul)
RAJA
YANG DIKORBANKAN
Dari kaum Merovingian
hingga Habsburg, dinasti Eropa mengagungkan diri dan diagungkan oleh
raja mereka sebagai dinasti yang mendapat mandat khusus dari atas
langit. Raja tidak lebih dari pelayan belaka, bejana, kendaraan yang
dengan itu keilahian akan menanamkan dirinya. Sampai pada tahap itu,
raja sendiri dianggap dapat dikorbankan.
Hal
inilah yang mendasari kepercayaan trinitas dan dosa awal serta konsep
penyelamatan Yesus atas dosa-dosa manusia melalui pengorbanan dengan
disalib menurut kepercayaan Kristen Paulus.
Dalam
banyak kultur kuno, memang, raja dikorbankan melalui upacara setelah
kurun waktu yang telah ditetapkan. Pembunuhan raja dengan upacara
adalah salah satu ritual paling murni dan menyebar luas dari
peradaban manusia paling awal. Meskipun terdapat variasi simbolis
tertentu, Yesus disesuaikan dengan pola ini. Tidak cukup hanya itu,
dalam kultur kuno di berbagai belahan dunia jasad raja yang
dikorbankan tersebut menjadi objek pesta, dagingnya
dimakan dan darahnya diminum. Hal ini adalah
isyarat bahwa mereka mereguk lalu menyatukan kebajikan dan kekuasaan
dari raja mereka yang telah mati tersebut. Sisa
tradisi ini terlihat cukup jelas dalam upacara Komuni Kudus (Sakramen
Ekaristi) orang Kristiani (Kristen Paulus/ Katolik).
KONSTANTINE
DAN KRISTEN KATOLIK ROMA
Konstantine yang menguasai
Roma tahun 312 M sampai kematiannya (337 M) adalah peletak batu
pertama dalam sejarah dan perkembangan agama Kristen Katolik/ Roma.
Pada jaman itu jumlah orang Kristen cukup banyak di kerajaan Roma dan
dia membutuhkan dukungan untuk melawan Maxentius,
saingannya bagi tahta kekaisaran.
Dengan
maklumat Milan yang disebarkan tahun 313 M dia melarang segenap
bentuk penganiayaan Monotheisme
di kekaisarannya. Dia mengijinkan para pemuka gereja untuk menjadi
bagian dari pemerintahan sipil dan dengan berbuat demikian maka
terbukalah jalan bagi gereja untuk memantapkan kekuasaan sekulernya.
Dihibahkannya Istana Lateran
pada Uskup Roma dan
Roma pun mampu memanfaatkannya sebagai sarana untuk memantapkan
supremasinya terhadap saingan pusat-pusat otoritas agama Kristen di
Alexandria dan
Antiokhia.
Akhirnya,
dia mengetuai Dewan Nicea
pada tahun 325 M. Melalui dewan ini beragam bentuk agama Kristen
saling berhadapan dan mereka menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada.
Hasil
dari Dewan Nicea adalah Roma menjadi pusat resmi dari sifat ortodoks
agama Kristen dan setiap penyimpangan dari sifat ortodoks tersebut
menjadi bid’ah, bukan sekedar perbedaan pendapat atau interpretasi.
Dalam Dewan Nicea ini pulalah keilahian Yesus dan sifat keilahiannnya
ditetapkan melalui pemungutan suara.
Inilah
asal usul doktrin/ prinsip Trinitas yang kita kenal sekarang. Jadi
dapat disimpulkan bahwa agama Kristen seperti yang kita ketahui
dewasa ini pada pokoknya bukan berasal dari jaman Yesus namun dari
Konsili Nicea.
Perlu diketahui bahwa pada saat pertempuran di Jembatan
Milvian untuk meraih
tahta kekaisaran Konstantine
menang dan setelahnya senat Roma mendirikan monumen kemenangan di
Colloseum. Menurut
pahatan pada monumen tersebut, kemenangan Konstantine
dicapai berkat bantuan Dewa dan dewa tersebut bukanlah Yesus namun
Sol Invictius
(Matahari yang tidak kasat mata). Ya, Konstantine adalah anggota
sekte pemujaan Sol Invictius.
Berlawanan dengan tradisi, Konstantine tidak menjadikan agama Kristen
sebagai agama negara Roma. Agama negara Roma di bawah pemerintahan
Konstantine adalah berbentuk pemujaan terhadap dewa matahari dan
Konstantine berfungsi sebagai imam kepala. Citra
Konstantine sebagai orang kafir yang kemudian menjadi penganut
Kristen yang taat adalah salah. Bahkan menjelang kematiannya dia
tidak dibaptis.
Sebenarnya pemujaan terhadap Sol
Invictus berasal dari Syria (Suriah). Mulai
dikenal di Roma sejak seabad sebelum Konstantine. Pada intinya ajaran
ini bersifat Monotheistis,
bukan Politheistis.
Sebenarnya ajaran ini menempatkan dewa matahari sebagai pusat dari
seluruh sifat dewa.
Di bawah dukungan sekte pemujaan terhadap Sol Invictus
ini agama Kristen maju pesat. Doktrin kristen seperti yang telah
disebarluaskan oleh Roma pada jaman itu memiliki banyak kesamaan
dengan sekte pemujaan Sol Invictus.
Gereja
awal tidak memiliki perasaan bersalah dengan memodifikasi butir-butir
dogmanya sendiri untuk menarik manfaat dari peluang itu. Lewat
maklumat yang disebarluaskan pada tahun 321 M, Konstantine
memerintahkan persidangan hukum agar menutup “the
venerable day of the sun” (hari matahari
yang dijunjung tinggi), menyatakan hari itu adalah hari libur.
Semenjak itu agama Kristen menyatakan hari Sabtu, hari Sabat dalam
agama Yahudi, sebagai hari sakral.
Selain
itu hingga abad keempat kelahiran Yesus dirayakan pada tanggal 6
Januari. Namun bagi sekte pemujaan Sol Invictus secara simbolis hari
terpenting dalam setahun adalah tanggal 25 Desember, yaitu festival
Natalis
Invictus,
kelahiran/ kelahiran kembali matahari. Dalam kaitan dengan ini pula
agama Kristen menyesuaikan diri dengan rezim serta agama negara yang
telah ditentukan.
Busana
tertentu juga diambil begitu saja dari agama negara tersebut. Jadi
cahaya yang memahkotai kepala dewa matahari menjadi lingkaran cahaya
(aura) orang Kristen.
Sekte pemujaan terhadap Sol
Invictus juga bergandengan dengan sekte
Mithra, sekte yang
masih bertahan hidup dari agama Zoroastri
berasal dari Persia (sekarang Iran). Bahkan sedemikian eratnya
Mithraisme dengan Sol Invictus hingga keduanya kerap membingungkan.
Keduanya menekankan status matahari, meyakini bahwa hari minggu
adalah hari sakral, merayakan festival kelahiran besar pada tanggal
25 Desember. Akibatnya agama Kristen juga menemukan titik temu dengan
Mithraisme.
Agama
Kristen yang bergabung dan mengambil bentuk pada jaman Konstantine
sesungguhnya adalah bentuk campuran, berisi kumpulan dari pemikiran
yang berasal dari sekte pemujaan dewa matahari Sol
Invictus
dan Mithraisme.
Agama
Kristen yang kita kenal sekarang dalam berbagai hal sesungguhnya
lebih dekat dengan sistem keyakinan kafir ketimbang pada asal
muasalnya sebagai agama Yudais.
Dalam minatnya terhadap persatuan, Konstantine memang
sengaja mencampurkan perbedaan antara agama Kristen,
Sol Invictus dan Mithraisme.
Konstantine
mentolerir pendewaan Yesus
sebagai manifestasi awal dari Sol
Invictus.
Dibangunnya gereja pada salah satu kawasan kota dan di kawasan
lainnya dia mendirikan patung-patung Dewi Bunda Cybele dan Sol
Invictus, dimana ciri-ciri dewa matahari tersebut mirip dengannya.
Penekanan atas persatuan lagi-lagi terlihat jelas.
Iman
di mata Konstantine
adalah masalah politik dan setiap iman yang mendukung persatuan
diperlakukan dengan penuh kesabaran.
Perlu
diketahui bahwa tak satupun ditemukan versi perjanjian baru masih
dalam keadaan lengkap, yang berusia sebelum pemerintahan Konstantine.
Perjanjian baru yang kita tahu sekarang ini sebagian besar merupakan
produk Konsili Nicea dan para konsul gereja dari era yang sama.
[Sumber:
The Messianic Legacy
by Michael Baigent, Richard
Leigh & Henry Lincoln]
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”.
(QS.
Al-Israa’: 36)
“Orang-orang yang mengikuti sesuatu tanpa
pengetahuan yang cukup adalah sama dengan orang-orang jahiliyah.”
(Sayyid
Quthb)
No comments:
Post a Comment