| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Friday 30 May 2014

PERSIA vs YUNANI


     Kali ini saya akan membahas tentang sejarah Persia (Iran) dan Yunani menurut film “300”, “Rise of an Empire” (versi Hollywood atau menurut novelnya) dan dari berbagai sumber yang berbeda (menurut ahli sejarah dan Al-Kitab). Mari kita simak bersama dan membandingkannya. Akan banyak pengetahuan baru yang akan kita dapat.

300
Sejarah adalah potongan kisah yang sarat kedustaan, manipulasi dan hanya peduli pada kisah-kisah para pemenang.” (Thomas Carlyle, Sejarawan Skotlandia, 1834)

Hampir dua abad kemudian kalimat-kalimat Carlile kembali menggetarkan relung nurani. Betapa tidak, saat Amerika Serikat berupaya menghimpun dukungan dunia internasional untuk menghukum Iran yang dicurigai tengah mengembangkan senjata nuklir, Hollywood tiba-tiba merilis film yang menempelkan stigma bahwa bangsa Persia (Iran) merupakan bangsa yang kejam, haus darah, barbar, dan pantas disebut teroris.

Adalah film “300” yang pertama kali dirils tanggal 9 Maret 2007 yang menempelkan stigma tersebut. Film besutan Warner Bross yang diangkat dari novel Frank Miller ini mengisahkan tentang pertempuran Thermopylae (480 SM) antara 300 tentara Sparta (Yunani) pimpinan Raja Leonidas mengadapi pasukan Persia (Iran) pimpinan King of Xerxes (Khashayar Shah) Raja Persia dari Dinasti Achaemenian yang ingin merebut Yunani.
Nama anak Raja Darius ditafsirkan sebagai Khshayarsha yang merupakan nama Persianya, yang kemudian diterjemahkan dalam Yunani sebagai Xerxes I, dan dalam Ibrani disebut Ahasyweros atau Akhashverosh, atau dalam Inggris disebut Ahas-uerus.

Tragedi bersejarah yang dipoles oleh Hollywood ini digambarkan dalam bentuk perlawanan sekelompok tentara barat yang jumlahnya sedikit melawan pasukan kolosal timur yang keji dan dzalim. Dengan menggunakan spesial efek bangsa Persia (Iran) dalam film ini dikesankan sebagai bangsa yang biadab dan tak beradab. Raja Xerxes digambarkan sebagai seorang diktator/ tiran yang selalu dikelilingi para tukang sihir dan pelacur binal. Berlawanan dengan bangsa Sparta (Yunani) yang digambarkan berperadaban tinggi dan demokratis.

APAKAH FILM TERSEBUT SESUAI DENGAN KENYATAAN? 
Surat kabar terkenal Amerika SerkatThe Washington Post” berpendapat bahwa film “300” ditujukan untuk penonton yang nalarnya rendah. Bahkan dalam film itu sama sekali tak dijelaskan urgensi pengorbanan untuk menyelamatkan Thermopylae dan juga tak ada sedikitpun ulasan soal kekalahan telak Yunani dalam menghadapi bangsa Iran. Bagian film lainnya juga menampilkan Parlemen Yunani yang menolak untuk memberikan dukungan dan bantuan kepada Raja Leonidas melalui serangkaian perdebatan. Ini mengingatkan Kongres AS yang menolak kebijakan Presiden AS, George W. Bush, soal Perang Irak.

     Seorang profesor sejarah kuno dari Universitas California bernama Touraj Daryaee membantah paparan film “300” yang hanya dibuat dalam waktu 60 hari tersebut. Menurut Daryaee, berdasar catatan sejarah yang ada, Persia (Iran) di bawah kekuasaan Dinasti Achaemenian telah sangat maju pada jamannya dan telah membuat perundang-undangan yang sangat manusiawi. Sebaliknya, masyarakat Sparta (Yunani) masih berada di bawah perbudakan dan tiran.
Hal ini sangat berbeda dengan apa yang ditampilkan di film “300”.

Sparta adalah kerajaan militer. Sejarah peradaban Iran telah lebih dahulu muncul beberapa abad sebelum peradaban Eropa. Iran merupakan bangsa yang pertama kali mendirikan imperium di dunia. Pada saat itu bangsa Iran berkuasa di berbagai kawasan yang meliputi Mesir hingga India dan melintasi Teluk Persia hingga Yunani”, ujar Daryaee.

Dinasti Achaemenian pada jamannya telah mempersembahkan berbagai karya besar untuk umat manusia diantaranya instansi pos, bendungan air, kanal-kanal perairan, dan jalur transportasi yang panjang. Bahkan Istana Persepolis yang berdiri di Persia merupakan simbol peradaban dunia kala itu. Pionir peradaban Achaemenian adalah seorang pendekar bernama Cyrus. Dalam sejarah Cyrus juga tercatat sebagai pembebas kaum Yahudi dari kezhaliman Babylonia. Pada 2500 tahun yang lalu, salah satu raja Dinasti Achaemenian bernama Darius juga menguasi Terusan Zues.

Dinasti Achaemenian akhirnya runtuh setelah datangnya serangan dari Alexander Macedonia. Alexander berambisi untuk menguasai dunia termasuk Persia, sehingga dia melakukan serangkaian ekspedisi perang ke berbagai wilayah. Alexander Macedonia menyerang Persia dengan membakar Istana Persepolis. Puing-puing istana tersebut sampai sekarang masih dapat kita lihat di Shiraz, selatan Iran.

      Sekarang Barat sebagai penerus ambisi Alexander kembali menggelar perang terhadap Iran (Persia) melalui berbagai cara, termasuk melalui perangkat canggih pencuci otak, Hollywood.
Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad pun menegaskan jika film ini sengaja dirilis untuk menempelkan stigma pada bangsa Iran bahwa bangsa besar tersebut adalah teroris yang wajib diperangi.
Hollywood adalah salah satu representasi ambisi politik Washington di dunia perfilman. Mereka berusaha keras mencoreng peradaban besar Iran dan membangun opini bahwa Iran adalah bangsa teroris”, tegas Ahmadinejad.
Inilah misi dari film “300” yang sesungguhnya.

RISE OF AN EMPIRE
     Tujuh tahun setelah film “300” yang pertama tayang kini telah ada sekuel filmnya berjudul “300 Rise of an Empire”. Film yang disutradai oleh Noam M. ini mengisahkan tentang pasukan Athena (Yunani) yang tak terlatih dan jumlah terbatas berjuang melawan pasukan terbaik Persia (Iran) yang dipimpin oleh panglima perang angkatan laut perempuan keturunan Yunani bernama Artemisia yang diperankan oleh Eva Green
 
Eva Green as Artemisia
Di akhir cerita pasukan Athena, Sparta dan wilayah lain di Yunani bersatu melawan pasukan Persia (Iran) dan berhasil menang. Sebelumnya digambarkan tentang perjuangan pasukan Sparta melawan pasukan Persia sebelumnya yang juga ada di film “300”. Serta digambarkan tentang Raja Darius (diperankan Igal Naor) ayah dari Raja Xerxes (diperankan Rodrigo Santoro) yang mati terpanah oleh salah satu pasukan Athena bernama Themistokles yang diperankan oleh Sullivan Stapleton. Themistokles inilah yang nantinya yang memimpin pertempuran melawan Persia berhadapan dengan Artemisia.

Jika di film “300” Raja Leonidas yang menjadi ruh cerita atau tokoh utama. Di film “300 Rise of an EmpireThemistokles lah yang menjadi pahlawan perang sekaligus man of the match dari perang tersebut. Sosok Themistokles digambarkan sebagai orang yang pemberani dan jago dalam menyusun strategi perang. Dia bahkan dapat mengelabuhi Artemisia yang merupakan panglima perang sangat terlatih yang telah berkali-kali memenangkan peperangan dan ahli dalam siasat perang.

Di film ini lagi-lagi bangsa Persia (Iran) dikesankan sebagai bangsa yang bejat, tak beradab, haus darah, licik namun mudah dikelabuhi. Sebaliknya bangsa Athena (Yunani) digambarkan sebagai bangsa yang pantang menyerah dan dengan digdayanya tiba-tiba bisa menjadi pasukan perang yang hebat padahal mereka hanya berasal dari para petani, peternak, pedagang dan tak terlatih. Dengan jumlah mereka yang sangat sedikit tak sebanding dengan kuantitas dan kualitas pasukan Persia (Iran) pimpinan Artemisia, namun dengan adanya seorang Superman (baca: Themistokles) dapat menjadi kekuatan penentu kemenangan pasukan Athena (Yunani) dalam menghadapi Persia (Iran). Juga dengan bantuan pasukan Sparta yang dipimpin oleh janda Raja Leonidas yaitu Ratu Gorgo yang diperankan oleh Lena Headey, yang datang belakangan bersama pasukan lain, mengakhiri film yang berdurasi sekitar satu setengah jam ini. 
 
300 Rise of an Empire

RAJA XERXES PENGANUT ZOROASTER
      Faktanya Raja Xerxes bukanlah sosok sadis seperti yang digambarkan dalam film “300” maupun “300 Rise of Empire”. Xerxes disebut sebagai raja setengah dewa karena dia adalah seorang Zoroastrian (orang yang menganut ajaran Zoroaster/ Zarathustra). Menurut ajaran ini raja adalah seorang yang bertindak atas nama Tuhan/ Dewa sehingga harus mencerminkan keadilan. Inilah yang mendasari pendapat atau kepercayaan bahwa raja adalah titisan dewa. Pembunuhan tidak bisa diganjar hukuman mati jika hanya dilakukan sekali. Raja Xerxes pun tidak pernah memaksakan daerah taklukannya untuk menjadi Zoroastrian. Ini terbukti dengan mesir tetap melakukan tradisi pertuhanan mereka dengan bebas meskipun telah ditaklukan Persia.

THERMOPYLAE
 Thermopylae merupakan sebutan untuk pertempuran yang terjadi sekitar 480 Sebelum Masehi antara aliansi negara-kota Yunani melawan invasi Persia yang berlangsung di celah Thermopylae di Yunani tengah. Aliansi negara-kota Yunani tersebut dipimpin oleh Leonidas, Raja Sparta (Yunani). Dari pihak Persia masih samar berapa jumlah pasukan yang ikut dalam invasi tersebut. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Raja Xerxes mengerahkan sekitar 100.000 pasukannya ke Yunani. Pertempuran Thermopylae sendiri sebenarnya bukan tujuan atau pertempuran utama bagi kedua belah pihak. Tapi yang jelas Raja Xerxes ingin membalas kekalahan telak pasukan Persia pada invasi sebelumnya yaitu di pulau Marathon.
Karena sempitnya medan Thermopylae yang merupakan celah di antara dua bukit di dekat Laut Aegea, jumlah pasukan yang terlibat dalam pertempuran tersebut hanya sekitar 25.000 sampai 30.000. 

Banyak orang mengira – atau memang dibuat berfikir demikian – bahwa pahlawan dalam pertempuran tersebut adalah Raja Leonidas dan 300 pasukannya. Karenanya filmnya berjudul “300”. Padahal sebenarnya jumlah pasukan Yunani tidak hanya 300 saja namun lebih!
Raja Leonidas & Raja Xerxes I
Pasukan Yunani yang mengikuti pertempuran tersebut mencapai 7000 pasukan, yang terdiri dari Raja Leonidas dan 300 pengawal pribadi Raja – bukan pasukan reguler Sparta –, 700 Thespiae dan 6000 aliansi Yunani lannya. Ini yang mungkin belum banyak diketahui dan perlu diketahui umum. Mungkinkah kenyataan ini sengaja ditutupi, diubah, dibelokkan atau disamarkan untuk mendapat kesan dramatis atau betapa hebatnya pasukan Yunani dan sebaliknya menunjukkan betapa lemahnya pasukan Persia?

Raja Leonidas memimpin sekitar 5000 Hoplite (infantri) saat berusaha menahan gerak maju pasukan Persia yang baru saja mendarat. 5000 hoplite ini terdiri dari pasukan Peloponnesia, Helots, Thespia, Thebes, dan Phoenician. Mereka mengambil posisi di Tempe Gorge, jalan setapak satu-satunya yang harus dilewati pasukan Persia untuk keluar dari Beach Head (daerah pendaratan) untuk melanjutkan invasi. Jalan setapak itu terletak di pinggir tebing karang di atas Laut Aegean. Tempat yang cocok bagi koalisi Yunani untuk mengoptimalkan panjang Sarissa – tombak khas Yunani yang mencapai panjang sekitar 4 meter – untuk menahan musuh dalam jumlah yang besar. Jalan setapak itu lebarnya hanya bisa dilewati paling banyak sepuluh orang berbanjar. Jalan setapak yang dikenal dengan nama Thermopylae tersebut terbukti menjadi kartu As pasukan koalisi Yunani untuk menahan laju pasukan Persia.

Untuk membongkar pertahanan Yunani, Persia mengerahkan orang-orang Medes di bawah pimpinan Tigranes namun gagal. Kemudian pasukan infantri pengawal istana Susa (Persia/ Iran) yang memiliki senjata dan perisai besar dikerahkan, kembali serangan tersebut gagal dan banyak yang tewas terjatuh dari tebing karena terdorong Sarissa. Akhirnya Raja Xerxes terpaksa mengeluarkan pasukan elitenya The Immortal untuk menembus pertahanan Yunani. Pertarungan berlangsung sengit walaupun akhirnya The Immortal berhasil dipukul mundur. Kekalahan Immortal ini menjadi pukuklan besar bagi seluruh pasukan Persia.

Persia baru mendapat angin segar ketika seorang petani bernama Ephialtes berkhianat dan menunjukkan sebuah jalur lain yang bisa digunakan untuk menembus perbukitan dan muncul di belakang pasukan Yunani yang menjaga jalan tersebut. Keesokan harinya pasukan Yunani baru sadar bahwa pasukan Immortal Persia sudah berada di belakang mereka.
Melihat itu Raja Leonidas mengijinkan prajurit koalisi Yunani untuk mundur sementara dirinya dan akan berusaha sebisa mungkin menahan pasukan Persia. Akhirnya hanya sekitar 300 Spartan, 700 Thespian dan 400 Theban yang bertahan. Mereka dikepung dari dua arah oleh pasukan Persia.

Pada hari pertama pengepungan hampir semua pasukan Thespian dan Theban gugur. Di hari kedua, tinggal Raja Leonidas dan 300 Spartan yang bertahan mati-matian – mungkin ini yang berusaha digambarkan film “300”, hanya secuplik/ potongan puzzle dari keseluruhan cerita lengkap yang tang diungkap. Raja Leonidas akhirnya gugur pada pertempuran itu. Mayat Raja Leonidas menjadi rebutan pasukan Sparta (Yunani) dan Persia (Iran). Lokasi Raja Leonidas gugur pun menjadi ajang pertempuran dahsyat. Empat kali pasukan Persia menguasai tempat itu dan empat kali pula pasukan Sparta berhasil merebut posisi tersebut.

Memasuki hari ketiga sisa-sisa pasukan Sparta membentuk lingkaran bertahan di sekeliling tubuh Raja mereka. Pasukan Persia yang sudah mengalami banyak korban tidak berani melakukan serbuan frontal lagi melainkan menghujani Spartan dengan panah dan lembing. Di hari ketiga lewat tengah hari prajurit terakhir Sparta gugur. 25.000 sampai 30.000 pasukan Persia memerlukan dua setengah hari utuk mengalahkan 1400 pasukan Raja Leonidas. Khusus untuk mengalahkan Raja Leonidas dan 300 Spartan membutuhkan waktu satu setengah hari. Persia kehilangan lebih banyak nyawa prajurit dalam peperangan tersebut. Sekitar 10.000 sampai 15.000 pasukan Persia gugur. Di antara pemimpin Persia yang gugur terdapat dua putra Raja Darius yaitu Abrocomes dan Hyperanhes.
Meskipun kalah, hasil tersebut membuat pasukan koalisi Yunani mempunyai cukup waktu untuk mengahdapi Pasukan Persia. Klimaksnya di dataran Platae pasukan Yunani berhasil menghancurkan pasukan Persia yang tersisa dari pertempuran Thermopylae.

DINASTI ACHAEMENID/ ACHAEMENIAN
      Dinasti Achaemenid adalah sebuah dinasti kerajaan Persia kuno. Menurut dugaan pendiri dinasti ini adalah Raja Achaemens dari Anshan (Hakhamanish). Beliau kemudian digantikan oleh putranya bernama Teispes dari Ashan. Catatan sejarah mengindikasikan bahwa ketika mati kedua putranya berbagi tahta sebagai Cyrus I dari Anshan dan Ariaramnes dari Persia. Keduanya kemudian digantikan oleh putra mereka yaitu Cambyses I dari Anshan dan Arsames dari Persia. Pada tahun 559 Masehi Cambyses digantikan posisinya sebagai raja Anshan oleh putranya Cyrus II Agung. Kemudian beliaupun digantikan oleh Arsames yang masih hidup di atas tahta Persia.

Raja Cyrus II dianggap sebagai raja pertama dinasti Achaemenid karena pendahulunya tunduk pada Media. Sebaliknya Cyrus II berhasil menundukkan Media, Lydia dan Babylon, sementara putranya Cambyses II menambahkan Mesir pada kerajaannya.
Puncak kekuasaan yang mutlak dinasti ini diraih selama masa kepemimpinan Raja Darius I (521-485 SM) dan putranya Raja Xerxes I (485-465 SM). Para penguasa ini membangun istana yang besar dan indah di kota Persepolis, Susa dan Ectabana. Kerajaan Persia juga meraih kekuasaan terluasnya pada masa pemerintahan mereka.

Setelah kematian Xerxes I (465 SM) kemunduran dinasti ini dimulai. Persia mengalami serangkaian penguasa-penguasa lemah yang menguasai kerajaan. Kemerosotan semakin merajalela, penataan keuangan, militer dan pemerintahan sering diabaikan.
Raja Achaemenid terakhir adalah Raja Darius III (336-330 SM) yang dikalahkan oleh Alexander III dari Macedonia. Setelah ditaklukan Macedonia, kerajaan Persia diambil alih oleh Alexander.

Setelah praktek Manethi, ahli sejarah mesir mengacu pada periode di Mesir ketika dinasti Achaemenid berkuasa sebagai dinasti yang yang ke-27 (525-404 SM) dan ke-31 (343-332 SM). Di puncak kekuasaanya para penguasa Achaemenid dari Persia menguasai wilayah-wilayah yang kurang lebih meliputi beberapa bagian Irak, Mesir, Syria (Suriah), Pakistan (India), Jordania, Israel (Palestina), Lebanon, Armenia, Asia Tengah, Kaukasia, dan Turki bagian Asia. Dalam periode yang berbeda dinasti Achaemenid juga menguasai Mesir, meskipun Mesir telah dua kali memperoleh kembali kemerdekaannya dari Persia.



[Sumber: Eramuslim Digest Islamic Thematic Handbook, Buku Intelejen Wanita Pertama Yahudi, Film 300 & Rise of an Empire]


No comments:

Post a Comment